Go Green dimulai dari halaman rumah sendiri

Go Green dimulai dari halaman rumah sendiri
Babe aye neh lagi Go Green.

Selasa, 24 Juli 2012

Resep Obat Penyakit Hati


Hasan al-Bashri berkata: "Suatu  hari ketika aku sedang berkeliling di sebuah jalan di kota Bashra, ada bersamaku seorang  pemuda ahli ibadah. Kemudian tibalah kami di hadapan seorang tabib yang tengah dikeliling orang-orang yang meminta obat untuk berbagai macam penyakit. Kemudian datanglah seorang yang berkata, "Wahai Tabib, dapatkah kau buatkan untukku obat dari penyakit hati ?" kemudian sang Tabib berkata : 
1.     Ambillah akar kefakiran (kesederhanaan) disertai dengan akar tawaddhu'
2.    Masukkanlah ke dalam alat pencuci tobatan nasuha, lemparkan pula kedalamnya kerelaan sebagai pelembut.
3.    Haluskanlah hal itu (kesederhanaan, tawadhu' dan tobat) dengan qanaa'ah sebagai sugunya.
4.    Jadikanlah semua itu di dalam taqwa sebagai pancinya
5.    Masukkanlah "alhaya"  sebagai airnya
6.    Didihkanlah semua itu dengan rasa cinta sebagai apinya
7.    Tuangkan semua itu ke dalam rasa syukur nikmat sebagai wadahnya
8.    Tenangkanlah apa yang ada di dalam wadah syukur itu dengan "raja" (rasa harap) sebagai penenangnya
9.    Minumlah resep ini dengan memuji Allah sebagai sendoknya.

Kamis, 21 Juni 2012

TASHRIF

TASHRIF اَلتَّصْرِيْفُ KATA TASHRIF merupakan bentuk mashdar dari kata صَرَّفَ (mengubah), dalam bentuk mudhori menjadi يُصَرِّفَ dan تَّصْرِيْفاً dalam bentuk isim mashdar yang berarti perubahan. Secara istilah kata tashrif adalah berarti perubahan dari bentuk asal (pokok, pertama) kepada bentuk yang lain. Perubahan itu terbagi menjadi 2 (dua ) macam : 1. Tashrif lughowiy, yaitu perubahan kata kepada bentuk kata yang lain sehingga sesuai dengan dhomir (kata ganti) 2. Tashrif ishtilahiy, yaitu perubahan kata kepada bentuk kata yang lain agar mendapatkan makna yang berbeda.
Contoh  Tashrif lughowiy :
Tashrif ﻓﻌﻞ ماض 

Tashrif  ﻓﻌﻞ مضارع

Contoh Tashrif Ishtilahiy
 

Raja dan Budak

Bilakah seorang budak menjadi raja dan raja menjadi budak ? Bukanlah sebuah dongeng yang berasal dari negeri entah berantah. Bukanlah pula omong kosong atau kabar burung yang tidak jelas ujung pangkalnya. Adalah seorang manusia yang bernama Yusuf Radiallahuanhu, seorang hamba sahaya yang telah berhasil menjadikan hawa nafsunya sebagai tawanan dan menempatkan iman kepada Allah sebagai raja dan bertahta di dalam kerajaan hatinya. Dan iman itulah yang telah membimbing dan memimpinnya menuju jalan yang benar yang diridhai Allah, Tuhan pemilik segala yang ada. karena itu pantaslah bila Allah kemudian mengangkatnya menjadi salah seorang Rosulnya. Lain halnya dengan Fir'aun seorang raja Mesir yang telah menempatkan hawa nafsu sebagai raja. Nafsu yang menutupi dan melemparkan iman keluar dari hati. Sehingga pantas bila dirinya diperbudak oleh amarah dan kesombongan. Dan itulah yang melemparkannya jatuh kedalam kekufuran dan kesesatan.

Senin, 07 Februari 2011

Cara Membuat Mayonaise

Bahan:
1. Kuning telur 2 butir
2. Minyak nabati(minyak zaitun atau minyak goreng yg tidak berbau) 250 ml
3. Cuka masak 1 sdt

Cara membuat:
1. Kocok kuning telur dengan garpu hingga agak putih
2. Masukkan minyak nabati sedikit demi sedikit sambil terus dikocok.
3. Setelah krim mengental dan terbentuk emulsi, masukkan cuka masak sekaligus, sambil terus diaduk.
4. Tambahkan minyak sedikit demi sedikit sambil terus di kocok, sampai minyak habis.

Kamis, 23 Desember 2010

Akhlakul Karimah

Yang dimaksud dengan akhlak/moral dalam pengertian umum adalah”sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat orang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik tersebut membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda”.
Dalam bingkai agama Islam, para ulama mendefinisikan akhlak/moral adalah ”suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawali berfikir panjang, merenung dan memaksakan diri, seperti kemarahan seseorang yang asalnya pemaaf, maka itu bukan akhlak. Demikian juga seorang bakhil, Ia berusaha menjadi dermawan ketika ingin dipandang orang, Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak”.
Pada awalnya terdapat perbedaan dimensi pemahaman mengenai definisi akhlak antara pemikir barat dengan ulama Islam, dimana pemikir barat lebih menitikberatkan pada pemahaman dunia sementara ulama Islam meliputi 2 dimensi pemahaman dunia dan akhirat.
Dalam perkembangannya dewasa ini baik pemikir barat ataupun ulama Islam memiliki kesamaan pemahaman bahwa pada dasarnya akhlak mencakup/meliputi 4 dimensi kehidupan manusia Fisik, Mental, Emosional dan Spiritual.
Mengapa harus ber-akhlak?
Akhlak merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dengan Allah swt (hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak yang mulia (akhlakul karimah) tidak lahir begitu saja sebagai kodrat manusia, atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang serta manifetasi seumur hidup melalui pembelajaran/pendidikan akhlak yang sistematis bersifat menyeluruh meliputi 4 dimensi kehidupan.
Akhlak mulia yang dikontrol oleh nilai-nilai agama Islam dapat membuat seorang muslim mampu menjalankan tiga hal berikut dengan baik:
• Dalam berinteraksi dengan Tuhannya, yaitu dengan akidah dan ibadah yang
benar disertai dengan akhlak mulia.
• Dalam berinteraksi dengan diri sendiri, yaitu dengan bersifat objektif,
jujur, dan konsisten mengikuti manhaj Allah.
• Dalam berinteraksi dengan orang-orang, yaitu dengan memberikan hak-hak
mereka, amanah, menunaikan kewajiban sebagaimana yang ditetapkan oleh syariat.
Dengan kesuksesan dalam menjalani ketiga hal di atas, maka kita akan mendapatkan ridha dari Allah, dari diri sendiri dan dari orang lain/masyarakat. Dan dengan berpegang teguh pada nilai-nilai akhlak yang dibawa oleh Islam, maka kita mampu mencapai kesuksesan dunia akhirat.
Posisi Akhlak dalam Islam dan Ilmu Pengetahuan
Marilah kita merenung sejenak. Sejak dari awal belajar Islam kita sudah dikenalkan pada pokok keimanan dalam Islam; antara lain tentang bagaimana kita harus mengimani Muhammad Saw sebagai utusan Allah. Dialah teladan terbaik umat manusia, maka dekatkanlah diri kita, kehidupan dan nafas kita pada akhlak Nabi Muhammad Saw karena sesungguhnya geraknya adalah gambaran gerak dan nafas hidup mulia. Segala hal yang diperintahkan Allah sebagaimana tergurat di dalam Al Quran telah menyatu dalam kesadaran tindakannya. Bahkan Allah sendiri memujinya. ”Sesungguhnya, engkau (wahai Muhammad) adalah benar-benar menampilkan akhlak yang agung” (QS Al-Qalam : 4)
Ketinggian dan kesempurnaan akhlak Nabi Muhammad Saw sangatlah memukau, agung dan mampu mempesona tidak saja umat Islam bahkan kaum non Islam sekalipun. Seorang pemikir barat George Bernard Shaw pernah mengatakan. ” Saya telah mempelajari kehidupan Muhammad yang betul-betul mengagumkan…Saya yakin sekali, orang seperti dia jika diserahi untuk memimpin dunia modern, tentu berhasil menyelesaikan segala persoalan dengan cara yang dapat membawa dunia ke dalam kesejahteraan dan kebahagiaan. Saya berani meramalkan bahwa akidah yang dibawa Muhammad akan diterima baik di Eropa kemudian hari.”
Posisi akhlak dalam Islam adalah dapat di ibaratkan sebagai fondasi yang melandasi sebuah konstruksi bangunan yang bernama ”Kesuksesan Dunia Akhirat ” bagi setiap manusia sebagai hamba Allah.
Dalam pandangan ilmu pengetahuan akhlak dapat memberi konstribusi yang sangat besar dalam menunjang prestasi/produktifitas. Memang banyak orang yang merasa bahwa tidak ada kaitan secara nyata antara prestasi/produktifitas dengan akhlak, jelas ini merupakan pandangan yang keliru. Bila kita memahami secara sungguh-sungguh nilai-nilai akhlak mulia/akhlakul karimah, maka kita akan menemukan bahwa nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang dapat saling bersinergi dalam menumbuh kembangkan potensi manusia kita.
Dengan pemahaman seperti ini bayangkan betapa indahnya kombinasi antara keagungan/kemuliaan akhlak seorang hamba Allah dengan ketinggian produktifitas dan efektifitasnya dalam berkarya. Terlebih apabila kombinasi tersebut disertai dengan aktifitas ruhaniyah/spiritual dalam bingkai tarekat yang benar dan hak melalui bimbingan seorang wali yang Mursyid, maka dapatlah dipastikan bahwa kita akan menjadi pribadi-pribadi yang unggul dan mendapatkan kemenangan dunia akhirat. Inilah kemenangan dalam makna hakikat yang sebenarnya!
Bagaimana agar dapat ber-Akhlakul karimah
Pertanyaan mendasar apabila kita mencermati pernyataan di atas adalah, mampukah kita mengikuti/mentauladani perilaku Rasulullah saw dalam ber-akhlakul karimah? Seorang pemikir barat Marianne Williamson dengan indahnya menyatakan bahwa, ketakutan kita yang paling dalam bukanlah bahwa kita ini tidak mampu. Sebaliknya, ketakutan kita yang paling dalam adalah bahwa kita amat sangat berpotensi/berkuasa untuk mampu. Mengingat kodrat manusia sebagai mahluk Tuhan yang dilahirkan dengan potensi/kemampuan yang sangat luar biasa.
Mengingat kodrat manusia tersebut, maka masalahnya adalah bukan bagaimana memasukkan pemikiran-pemikiran baru tentang akhlak ke dalam kepala kita, tetapi bagaimana kita mampu mengeluarkan dan mengoptimalkan pemikiran-pemikiran lama sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Berikut tips bagaimana kita ber-akhlakul karimah, yang terdiri dari 1 pemahaman inti dan 3 langkah konkret:
Pemahaman Inti,
Tanamkan, dedikasikan secara sungguh-sungguh dalam pemikiran dasar/mind set kita untuk ”Dahulukan nurani dari ego!”
3 langkah konkret,
1. Fahami secara mendasar nilai-nilai akhlakul karimah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw.
2. Ajarkan kepada orang lain dalam setiap kesempatan mengenai hal-hal yang kita fahami mengenai akhlakul karimah tersebut.
3. Secara sistematik dan sungguh-sungguh menerapkan/ melaksanakan hal-hal yang difahami tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana pada lingkungan yang paling dekat dan bersifat privat, serta segerakan mulai dari saat ini.
Dengan pemahaman dan langkah-langkah tersebut diharapkan dapat tercipta suatu kebiasaan yang pada akhirnya bila kita lakukan secara konsisten maka akan terbentuk karakter/integritas akhlakul karimah dalam diri kita.
Selanjutnya dengan implementasi akhlakul karimah/akhlak mulia maka jaminannya adalah kita akan menjadi mukmin sempurna/pribadi unggul dan mendapatkan kemenangan dunia akhirat. Adapun ganjaran mukmin sempurna adalah:
1. Terhormat di mata Allah
2. Terhormat di mata masyarakat
3. Terhormat di mata diri sendiri
Fenomena keagungan akhlak pada jaman Rasulullah SAW
Berikut salah satu kisah yang pantas menjadi tauladan bagi kita pada masa Rasulullah SAW.
Salah seorang sahabat nabi yang terkenal dengan kealiman (tinggi ilmu) dan kezuhudannya (sederhana), Abdullah bin Umar suatu ketika bertemu dengan seorang pengembala kambing ditengah padang pasir yang tandus, muncul keingintahuannya untuk mengetahui apakah ajaran Islam dalam bingkai akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sampai ke tengah padang pasir yang sangat terpencil tersebut?
Setelah mengucapkan salam, Abdullah bin Umar berkata kepada pengembala yang masih bocah itu. ”Hai pengembala, aku ingin membeli seekor kambing yang kau gembala ini. Bekalku sudah habis.”
”Maaf Tuan, aku hanyalah seorang budak yang mengembalakan kambing-kambing ini. Aku tidak bisa menjualnya. Ini bukan milikku tapi milik majikanku.” Jawab pengembala itu.
”Ah itu masalah yang mudah. Begini, kau jual seekor saja kambingmu padaku. Kambing yang kau jaga ini sangat banyak, tentu akan sangat sulit bagi tuanmu untuk menghitung jumlahnya. Atau kalaupun dia tahu ada sesekor kambing yang berkurang, bilang saja telah dimangsa srigala padang pasir. Mudah sekali, bukan? Kau pun bisa menikmati uangnya.” Bujuk Abdullah bin Umar dengan serius.
”Lalu, di mana Allah? Majikanku memang tidak akan tahu dan bisa saja dibohongi, tetapi ada Dzat Mahatahu, yang pasti melihat apa yang kita lakukan. Apa kau kira Allah tidak ada?” Jawab pengembala itu mantap.
Sungguh jawaban itu membuat Abdullah bin Umar tersentak kaget.
”Aku tidak diberi kuasa oleh majikanku untuk menjual kambing ini. Aku hanya diperbolehkan mengembalanya dan meminum air susunya ketika aku membutuhkannya dan memberi minum para musafir yang kehausan.”
”Minumlah Tuan, kulihat anda kehausan. Jika masih kurang bisa tambah. Jangan kuatir, susu ini halal. Allah tahu ini halal sebab pemiliknya menyuruhku memberinya pada musafir yang kehausan.” Tutur pengembala dengan wajah ramah.
Abdullah bin Umar meminum susu itu dengan perasaan terharu. Dia minum sampai rasa hausnya hilang. Setelah itu, dia mohon diri.
Dijalan, dia tidak bisa menyembunyikan tangisnya, teringat kata-kata pengembala itu, ”Di mana Allah? Apakah kau kira Allah tidak ada?”
Dia menangis mengingat seorang bocah pengembala kambing di tengah padang pasir yang pakaiannya kumal, ternyata memiliki rasa takwa yang begitu dalam. Dia memiliki kejujuran yang tinggi. Hatinya menyinari keimanan. Akhlaknya sungguh mulia. Sesungguhnya ajaran Rasulullah telah terpatri dalam jiwanya. Abdullah bin Umar terus melangkahkan kakinya sambil bercucuran air mata. Sepantasnyalah seorang manusia yang berakhlak mulia dan memiliki ketakwaan kapada Allah yang begitu tinggi tidaklah sepatutnya menjadi hamba sahaya manusia. Dia hanya pantas menjadi hamba Allah Swt!
Selanjutnya Abdullah bin Umar membeli budak itu dan langsung memerdekakannya.
Akhlakul karimah sebagai Ubudiyah
Berdasarkan pembahasan sebelumnya menjadi jelaslah bagi kita bagaimana posisi aklakul karimah dalam Ubudiyah. Bahwa kagungan dan ketinggian akhlak kita merupakan manifestasi lain dalam Ubudiyah/pengabdian pribadi kita sebagai hamba Allah. Lalu kalau demikian mengapa kita tidak berupaya dengan sekuat tenaga untuk meningkatkan kualitas akhlak kita? Berupaya secara konsisten melakukan improvement untuk meninggikan dan menagungkan akhlak kita sebagaimana dicerminkan olah Rasulullah? Sementara kesadaran dalam diri kita mengatakan bahwa salah satu bentuk terbaik dari persembahan kepada sang Guru dalam pemahaman thareqat adalah Ubudiyah/Pengabdian!
Karena sesungguhnya berdasarkan cerita dan pengalaman para ihwan yang secara ikhlas dan sungguh-sungguh mengabdikan dirinya pada jalan Allah, telah banyak pembuktian bahwa memang Tuhan tidak mau kalah budi dengan umatnya. Bahwa apa yang kita abdikan dan sumbangsihkan kepada jalan Allah melalui pengabdian kita kepada Mursyid dan ajarannya pasti akan terbayar! Tidak akan pernah membuat kita tertinggal apalagi sia-sia!
Pada dasarnya nilai-nilai akhlak mulia (Akhlakul karimah) yang dibawa Islam-jika diamalkan secara konsisten dan penuh rasa tanggung jawab-mampu menjawab problematika yang sedang diderita umat Islam saat ini, baik permasalahan sosial, politik maupun ekonomi. Sejarah merupakan bukti konkret hal ini, bagaimana umat Islam dalam masyarakat Madinah pada zaman Rasulullah Saw menjadi masyarakat yang begitu mengagumkan dan tetap menjadi tauladan serta tolok ukur sampai dengan saat ini. Oleh karena itu, jika nilia-nilai akhlak tersebut dilaksanakan maka hari ini dan hari depan akan menjadi saksi kebenarannya.
Perilaku Produk Hasil / Output Dampak

Ber-Akhlakul karimah mampu mengilhami orang lain
Dengan terwujudnya perilaku berdasarkan nilai-nilai akhlakul karimah yang tercermin pada keagungan dan ketinggian budi pekerti pribadi-pribadi muslim tersebut, manakala hal itu dilakukan secara konsisten dan terus menerus, pada akhirnya dapat dipastikan bahwa pancaran cahaya dari dalam diri pribadi itu akan mampu menyinari sekelilingnya. Mampu menjadi pendorong terciptanya perubahan bagi orang lain dan lingkungannya, menjadi pribadi-pribadi unggul sebagaimana dirinya.
Sejalan dengan fatwa YM Ayahanda Guru, bahwa murid-murid tareket Naqsyabandiyah di seluruh muka bumi ini adalah laksana batu tawajjuh yang dapat memberikan perubahan, keberkahan dan terbukanya hijab untuk menerima petunjuk bagi siapa saja yang berada dalam lingkungan serta berinteraksi dengannya.
Dengan demikian setiap pribadi muslim pada umumnya dan khususnya ihwan pengamal tareket naksyabandiyah YM Ayahanda Guru mampu menjadi Agent of Change bagi orang lain , laksana virus yang menyebarkan nilai-nilai kebaikan sehingga akhlak mulia/akhlakul karimah benar-benar dapat menciptakan suatu kominitas/lingkungan dan pada akhirnya suatu negara sebagaimana terjadi pada zaman Rasulullah Saw dan para sahabat beliau yang telah terbukti oleh sejarah bahwa ketinggian akhlak kaum mukmin pada masa Rasulullah mampu menciptakan masyarakat yang ’baldatun toyibatun wa rabbun ghoffuur”.
Berikut sepenggal kisah keagungan dan ketinggian akhlak beliau yang sangat berharga untuk kita renungkan. Betapa konsistensi beliau terhadap nilai-nilai kemuliaan akhlak bahkan sampai menjelang wafat sekalipun.
Saat itu menjelang wafat, beliau mengumpulkan para sahabat, lalu beliau menyampaikan fatwa singkat.
”Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku adalah Nabimu, pemberi nasihat dan yang mengajak kepada Allah dengan seizin-Nya. Bagimu, aku tak berdaya seperti saudara seayah dan seibu. Siapa diantara kamu yang pernah kusakiti, bangkitlah dan balaslah aku sebelum datang pembalasan di hari kiamat nanti.”
Awalnya, tak ada tanggapan dari para sahabat, hingga ketiga kalinya Nabi Saw nampak marah sembari berteriak. ”Ayo, siapa yang pernah kusakiti bangkitlah, balaslah aku…ambil qisasnya pada diriku!”
Pada saat itulah Ukasyah, salah seorang sahabat Nabi yang hadir pada saat itu, bangkit dan berkata, ”Wahai Rasulullah, demi ayah ibuku yang menjadi tebusannya. Jika engkau tidak menyerukan hal itu hingga tiga kali, tentu tidak ada seorangpun yang dapat mendorong aku untuk menghadapmu.”
”Apa keinginanmu ya Ukasyah?” tanya Nabi.
”Begini Baginda, pada saat perang Badar, tiba-tiba saja unta yang kutunggangi lepas kendali dan mendahului unta Baginda, sehingga aku keluar barisan. Aku turun mendekat kepada Baginda. Saat itulah tiba-tiba baginda mengayunkan cambuk ketubuhku. Aku tidak tahu, apakah Baginda sengaja memukulku atau memukul unta.”
Meski motifnya belum jelas, Rasulullah segera mengambil sikap tegas, balasan harus ditunaikan. Beliau meminta Bilal untuk megambil cambuk dirumah Fatimah. Dengan tegopoh-gopoh Bilal kembali ke majelis dengan membawa cambuk, lalu diserahkan kepada Ukasyah. Ukasyah pun siap menunaikan qisas. Abu Bakar r.a dan Umar r.a. dua sahabat setia Rasulullah segera bangkit menghadangnya. ”Hai Ukasyah, sekarang kami dihadapanmu, ambillah qisasmu dari kami. Sedikitpun kami tidak rela kamu mengambil qisas kepada Rasul.” Tetapi Rasulullah menenangkan mereka dan meminta mereka untuk kembali duduk.
Tidak hanya Abu Bakar dan Umar, sahabat yang lainpun Ali serta Hasan dan Husein juga maju meminta hal yang sama kepada Ukasyah. Namun Rasulullah kembali menenanangkan mereka. Nabi kemudian meminta Ukasyah untuk segera melaksanakan qisas. ”Ukasyah, cambuklah aku. Lakukan jika aku pernah benar-benar melakukan kesalahan padamu.”
”Ya Rasul, ketika engkau memukulku, saat itu aku tidak memakai baju.” Jelas Ukasyah. Rasulullah pun langsung menuruti, dibukanya baju beliau. Begitu melihat Rasul tidak mengenakan bajunya, para sahabat menangis histeris. Ukasyah sendiri bergetar hatinya, meremang bulu kuduknya dan larut dalam keagungan serta kebesaran jiwa Nabi dihadapannya. Saat itulah dia melakukan keanehan, tidak melakukan qisas, tetapi justru menubruk tubuh Rasulullah seraya mencium kulit bagian perutnya sampil menangis sejadi-jadinya.
”Subhaanakaallahumma wabihamdika, Asyhadu al-laa ilaahailla Anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaik.”
”Maha suci Engkau ya Allah. Dengan memuji-Mu saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Saya memohon ampun dan bertobat kepada-Mu.”
sumber :http://syafii.wordpress.com/2007/03/30/akhlakul-karimah-sebagai-manifestasi-ubudiyah/

Selasa, 21 Desember 2010

Fadilah Bulan Muharram

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

“Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)

Kata Muharram artinya “dilarang”. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bilan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya.

Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.

Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula.

Pada bulan ini tepatnya, tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah SAW menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah SWT.

Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah jadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda: “Dari Ibu Abbas ra, bahwa Nabi SAW, ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah SWT. Rasulullah SAW, berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. Daripada mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa”. (HR. Bukhari)

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)

Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah SAW. Memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.

Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan.

1. Berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.
2. Berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal 9 dan 10, atau 10 dan 11 Muharram.
3. Puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah SAW memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim)

Landasan puasa pada tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.

Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadits, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.

Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muhaaram.

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk bermuhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi.

Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah SAW dan sahabatnya dari Mekkah ke Madinah. Dari Abu Qatada ra. Rasulullah ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, beliau bersabda: “Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat.” (HR. Muslim)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18)

Sumber : http://pangerans.multiply.com/journal/item/284

Selasa, 11 Mei 2010

Jenis makanan yang mempertajam daya ingat :

1. IKAN
Yang pertama adalah ikan terutama ikan air tawar seperti salem, trout, tuna, herring, makarel dan sarden.
Pada dasarnya ikan mengandung banyak sekali kandungan gizinya seperti lesitin ( kolin ), fenilalanin, asam ribonukleat, DMAE, tirosin, vitamin B6, niasin atau B3, tembaga, protein, seng, asam lemak omega-3 ( DHA ) dan vitamin B12.

2. TELUR
Sudah tidak diragukan lagi telur mengandung kandungan yang bergizi diantaranya fenilalanin, lesitin ( kolin ), vitamin E, vitamin B6.

3. AYAM
Ayam mengandung fenilalanin, vitamin B6, niasin atau B3 & protein.

4. PISANG
Pisang adalah buah yang mengandung tirosin, magnesium, potasium &vitamin B6.

5. PRODUK SUSU RENDAH LEMAK
Makanan ini mengandung fenilalanin, tirosin, slutamin, protein, ALC & vitamin B12.

6. ALPUKAT ( Avocado )
Buah ini mengandung tirosin & magnesium.

7. KEDELAI
Kedelai mengandung lesitin (kolin ), asam glutamik, fenilalanin, vitamin E, besi, seng, protein, vitami B6.

8. DAGING SAPI TANPA LEMAK
Mengandung fenilalanin, lesitin ( kolin, asam glutamik, besi, seng )

9. HATI AYAM
Mengandung vitamin A, B1, B6, B12, protein, zat besi & tirosin.

10. GANDUM
Gandum banyak sekali mengandung lesitin ( kolin ), asam glutanik, vitamin B6, B1 & E serta magnesium.

Sumber : id.shvoong.com